Istilah
"publish or perish" itu pertama kali saya dengar pada saat sedang
menonton film serial drama kedokteran, yang judulnya pun saya juga kurang ingat
persis. Entah Emergency Room, entah Dr. House, entah yang lainnya. Tapi itu tak
jadi soal. Yang jelas, nuansa film itu adalah suasana barat. Ketika itu dokter
seniornya mengingatkan dokter juniornya untuk tetap menulis artikel kedokteran
agar tetap eksis dan dapat mempertahankan karirnya. Bila ia tidak menulis maka
dia akan terpental dari pusaran lingkungannya. Semakin lama semakin
termaginalisasi dan akhirnya dilupakan.
Hal ini yang membuat saya terkagum akan
pemikiran orang barat itu. Mereka miliki semangat untuk terus maju. Mencari
pembaharuan untuk menjadi lebih baik. Karena saya yakin dengan menulis itu kita
mencurahkan segenap pemikiran kita untuk menampilkan tulisan itu dengan baik.
Tentu hal ini mendorong kita untuk membuat inovasi dan penelitian baru.
Penelitian yang dihargai oleh koleganya adalah penelitian yang terkait dengan
masalah yang ada, berhubungan untuk kepentingan masyarakat luas dan dampaknya
yang besar.
Hal ini membuat saya membandingkan
situasi di luar dan di dalam negeri kita ini, negeri Indonesia. Indonesia
merupakan negara yang berkembang. Berkembang termasuk dari seluruh aspek
kehidupan termasuk dalam hal kesehatan/kedokteran. Bila dibandingkan secara
historis, Indonesia seolah kecolongan start dengan negara Barat. Mereka sudah
mendapatkan renaissance (masa
pencerahan) selama 12 abad yang membuat mereka dapat berpikir secara ilmiah. Negara
kita boleh dibilang masih ketinggalan, walaupun banyak sarjana, tetapi sering
kali tidak mengerti pola berpikir secara ilmiah.
Masih banyak dokter yang berbicara tidak berdasarkan evidence based.
Hanya mengandalkan logika saja dan seolah tahu segalanya. Padahal kita tidak
bisa mengeneralisir semua hal dalam kedokteran layaknya fisika. Diperlukan
pembuktian secara statistik untuk menyatakan adanya suatu obat/tindakan yang
lebih baik dari yang sebelumnya. Dalam hal obat baru diperlukan penelitian yang
berjenjang. Berjenjang disini dimulai dari penelitian pada hewan, orang sehat,
orang sakit dalam komunitas terbatas dan lalu pada orang sakit pada komunitas
umum.
Di era globalisasi informasi saat ini, sudah seharusnya dokter Indonesia
bisa mengakselerasi diri untuk menyamakan diri dengan dokter dari luar negeri.
Kita tidak boleh kalah dengan dokter lulusan luar negeri. Bila kita mau
memperhatikan perbedaan yang ada adalah 1) Semangat membaca kita yang masih
kurang, 2) Bahan bacaan/rujukan kita yang kurang, 3) Kurangnya
pedoman/guidelines yang bersifat nasional terhadap diagnosis/terapi yang ada.
Bila Anda mengaku, termasuk dokter yang semangat untuk membaca,
kemampuan Anda akhirnya terpentok dengan akses jurnal yang terbatas. Akhirnya
apa yang ada baca, sudah ketinggalan. Bahkan universitas di Indonesia pun tidak
mampu menyediakan akses jurnal kelas Internasional yang layak. Mungkin memang
pemerintah kita tidak mampu. Dan akhirnya mesti mengandalkan sektor privat.
Saya ingin berbagai informasi adanya layanan pencarian jurnal yang
relatif murah di situs Kaskus. Di situs itu saya bisa meminta jurnal untuk
mendapatkan informasi terkini yang berkenaan dengan kasus yang saya temui. Saya
berharap hal ini dapat menjadi gerbang bagi dokter Indonesia untuk menjadi
lebih baik.
Dan bila Anda bertanya kenapa saya berikan nama blog ini semut hijau?. Maka saya akan menjawab, saya berharap dokter Indonesia dapat bekerja/belajar layaknya semut hijau. Seumur hidupnya ia pergunakan untuk bekerja dan belajar. Biar lah saya yang menjadi salah satu semut hijau itu[D]
Dan bila Anda bertanya kenapa saya berikan nama blog ini semut hijau?. Maka saya akan menjawab, saya berharap dokter Indonesia dapat bekerja/belajar layaknya semut hijau. Seumur hidupnya ia pergunakan untuk bekerja dan belajar. Biar lah saya yang menjadi salah satu semut hijau itu[D]
がんばって
BalasHapusがんばって
BalasHapus